Wednesday, March 29, 2017

MENUJU MADRASAH UNGGUL

MENUJU MADRASAH UNGGUL
Oleh: Riduwan
Abstrak
Berdasarkan pernyataan para pakar pendidikan, madrasah masih dianggap sebagai lembaga pendidikan berkualitas rendah  dan second class dibanding lembaga pendidikan umum. Demi menjaga kewibawaan lembaga pendidikan Islam, kondisi ini tentu membutuhkan treatmen secara bahu membahu baik dari pemerintah maupun dari masyarakat dengan mengupayakan perbaikan mutu dan peningkatan daya saing madrasah sehingga menjadi unggul/modern. Untuk itu upaya yang mesti dan telah dilakukan oleh pemerintah secara simultan sesuai Standar Nasional Pendidikan berupa pembaharuan pendidikan Islam, adalah kebijakan yang mengorientasikan pendidikan Islam (madrasah) dalam tiga pilar pendidikan, yaitu perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta manajemen dan tata kelola. Dan upaya konkrit yang mesti dilakukan oleh insan madrasah dalam rangka akselerasi perbaikan mutu dan peningkatan daya saing madrasah adalah dengan melakukan beberapa cara yaitu pengembangan manajemen kelembagaan, mempertahankan karakter utama madrasah dan meningkatan kualitas SDM. Dengan upaya maksimal dan saling membahu antara pemerintah dan insan madrasah maka dimungkinkan akan terwujud lembaga pendidikan Islam (madrasah) yang bermutu dan memiliki daya saing (unggul) dalam percaturan dunia pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Key words: madrasah, unggul.
Pendahuluan
Madrasah dalam kancah pendidikan nasional kini masih dianggap sebagai lembaga pendidikan second class (kelas dua) dan berkualitas rendah. Imam Suprayogo menyatakan “sebagian banyak madrasah, jika dilihat dari hasil Nilai Ujian Nasional pada umumnya masih rendah apalagi bila dibandingkan dengan sekolah umum pada umumnya. Kecuali beberapa yang rupanya ditangani secara khusus, ternyata juga berhasil unggul dan dapat meraih  prestasi lebih tinggi bilamana dibandingkan dengan prestasi sekolah umum pada umumnya.” (http://uin-malang.ac.id:8080/index.php?option=comcontent&view=article&id= 1569:problem-peningkatan-mutu-madrasah&catid=25:artikel-imam-suprayogo)
Hal serupa dikatakan juga oleh pakar pendidikan yang juga seorang dosen pada UIN Syarif Hidayatullah, Jahja Umar (http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita /09/01/17/26587-kemenag-masih-anaktirikan-madrasah-swasta), beliau berkata “berdasarkan hasil uji, mutu madrasah di bawah pengelolaan Kemenag masih rendah dibanding sekolah umum di bawah pengelolaan Kemendiknas, karena itu Kemenag harus mengejar ketertinggalan tersebut.”
Berdasarkan pernyataan kedua tokoh di atas, maka pendidikan Islam dalam hal ini madrasah, perlu didisain untuk menjawab tantangan perubahan zaman tersebut, baik pada sisi konsepnya, kurikulum, kualitas sumberdaya insaninya, lembaga-lembaga dan organisasinya, serta mengkonstruksinya agar dapat relevan dengan perubahan masyarakat serta mampu bersaing dan unggul di tengah lembaga pendidikan lain.
Sebagai bagian yang integral dari Sistem Pendidikan Nasional, madrasah tentu tidak bisa menutup diri dari perubahan-perubahan paradigma, konsep, visi dan orientasi baru pengembangan pendidikan nasional. Pengembangan madrasah ke depan harus diarahkan kepada konteks perubahan-perubahan yang begitu cepat. Madrasah diharapkan mampu memberikan andil besar bagi pemenuhan tuntutan dan kebutuhan masyarakat ke depan.
Lebih lanjut madrasah diharapkan tetap dapat melayani kebutuhan pendidikan yang beragam bagi orang banyak dengan konten pendidikan yang merelevansi jenis dan bentuk-bentuk baru, seiring perkembangan kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Potret madrasah yang demikianlah yang harus disuguhkan kepada masyarakat.
Tulisan ini diarahkan kepada bagaimana mengupayakan perbaikan mutu dan peningkatan daya saing madrasah sehingga menjadi unggul/modern dalam kancah pendidikan nasional dan internasional.
Pembahasan
Madrasah unggul adalah harapan. Sebagai umat muslim tentu kita akan berbangga bila lembaga pendidikan Islam dalam hal ini madrasah merupakan lembaga pendidikan yang bermutu, memiliki daya saing serta berwibawa, sehingga bisa mengungguli sekolah-sekolah lain baik dalam lingkup nasional terlebih lagi internasional. Untuk sampai kepada derajat tersebut tentu harus dilakukan langkah konkrit dan jitu agar harapan tersebut benar-benar menjadi kenyataan.
Madrasah unggul yang dimaksud adalah madrasah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (out put) pendidikan. Kehadiran madrasah unggul merupakan reaksi dari strategi pendidikan bersifat massal-konvensional yaitu dengan cara memberikan perlakuan dan pelayanan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memperhatikan perbedaan kecakapan, minat dan bakatnya. Strategi ini dinilai mampu menunjang usaha mengoptimalkan pengembangan potensi sumber daya manusia yang cepat  (https:// makalahtentang.wordpress.com/2011/04/18/definisi-madrasah-unggul-dan-modern/).
Madrasah unggul ini diharapkan menjadi disain paradigma baru dalam menyahuti tuntutan zaman. Filsuf Kuhn berkata, “diperlukan suatu disain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan” (H.A.R.Tilar:1998).
Dengan pengembangan madrasah unggul dimungkinkan akan memberi peluang bagi semua peserta didik untuk berprestasi secara optimal dan memacu pemerataan mutu pendidikan nasional. Dengan demikian kehadiran strategi madrasah unggul dapat mengimbangi kekurangan yang terdapat pada strategi massal-konvensional serta dapat membekali peserta didik dengan pengalaman belajar yang berkualitas, dengan sendirinya mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka perlu dikemukakan sekolah-sekolah unggul dengan manajemen yang tertata rapi, sehingga membawa hasil yang maksimal.
Depdikbud (https://makalahtentang.wordpress.com/2011/04/18/ciri-ciri-madrasah-unggul-dan-modern/) mengemukakan dimensi-dimensi keunggulan sebagai ciri madrasah/sekolah unggul adalah sebagai berikut:
  1. Masukan (input); yaitu siswa yang terseleksi ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah; (a) prestasi belajar superior dengan indikator nilai rapor, nilai Ebtanas Murni (NEM), dan hasil tes prestasi akademik, (b) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (c) tes fisik jika diperlukan.
  2. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.
  3. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan yang nyata baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.
  4. Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu disediakan insentif tambahan bagi guru berupa uang maupun fasilitas lainnya.
  5. Kurikulumnya diperkaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang seusianya.
  6. Kurun waktu belajarnya, lebih lama dibanding dengan sekolah lain. Karena bertambahnya materi kurikulum dan atau waktu pembelajaran di luar jam belajar yang telah ditetapkan.
  7. Proses belajar mengajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
  8. Sekolah modern/unggultidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah tetapi memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya.
Sejalan dengan dimensi keunggulan ini, maka untuk melihat karakteristik umum madrasah unggul meliputi (https://makalahtentang.wordpress.com/2011/04/18/ciri-ciri-madrasah-unggul-dan-modern/):
  1. Institusi madrasah yang efektif, baik ditinjau dari pencapaian tujuan maupun proses dan pendayagunaan sumber daya
  2. Memiliki kurikulum dengan landasan yang kuat, strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi, berbagai program yang mengembangkan akademik, bakat, minat dan kreativitas siswa serta tujuan dan standar kompetensi yang tinggi
  3. Memiliki kepala madrasah yang kapabel, sebagai administrator, organisator, penanam nilai, katalis, humanis dan rasionalis, serta dapat mengembangkan budaya, memilih strategi yang tepat dan mengelola perubahan yang terjadi
  4. Memiliki guru yang berkompetensi memadai baik secara personal, professional maupun sosial
  5. Iklim madrasah yang baik; dalam arti terdapat hubungan yang harmonis antara guru, kepala sekolah, staf, siswa dan orang tua siswa
  6. Memiliki program evaluasi yang mantap baik untuk mendiagnosis pembelajaran siswa, kemajuan siswa, maupun keefektifan program instruksional dengan standar performasi yang tinggi
  7. Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam menunjang fasilitas pendidikan demi keberhasilan program madrasah.
Selain dari ciri-ciri tersebut di atas, nilai lebih dari madrasah modern/unggul dapat pula dilihat dari perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan kedisiplinan.
Dalam rangka mewujudkan madrasah unggul tersebut, maka perlu diadakan perbaikan mutu untuk meningkatkan daya saing madrasah di tengah percaturan pendidikan yang semakin berkembang. Upaya perbaikan mutu dan peningkatan daya saing madrasah selama ini telah dilakukan oleh pemerintah secara simultan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Perbaikan dan peningkatan mutu madrasah ini mesti dilakukan oleh pemerintah dengan penuh kesungguhan dalam rangka memajukan madrasah di tengah persaingan dunia pendidikan.
Fase penting pembaharuan pendidikan Islam paling mutakhir adalah kebijakan pemerintah yang mengorientasikan pendidikan Islam dalam tiga pilar pendidikan; (1) perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, dan (3) manajemen dan tata kelola. Tiga pilar inilah yang sedang digalakkan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan Islam, termasuk madrasah di dalamnya.
Perluasan akses pendidikan merupakan kewajiban pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat di mana pun mereka berada. Berkaitan dengan pilar ini, usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah (http://sofian-sukajadi.blogspot.com/2010/02/tiga-pilar-pendidikan-nasional.html):
  1. Pendanaan Operasi Satuan Pendidikan
  2. Penyediaan dan Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Pendidikan
  3. Penyediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
  4. Pengembangan Jejaring Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Pendidikan
  5. Peningkatan Peran Serta Pemuda dan Masyarakat Luas.
Usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam hal ini berlaku untuk lembaga pendidikan secara umum, termasuk di dalamnya madrasah.
Kini, lembaga pendidikan seperti madrasah tidak lagi hanya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang berada di kota, wilayah strategis dan pusat pembangunan. Pemerintah berkewajiban membuka layanan pendidikan di daerah-daerah terpencil, terisolasi, terasing dan sulit terjangkau. Untuk itu usaha ini cukup membantu terwujudnya perluasan akses madrasah di negeri ini.
Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing madrasah telah dilakukan melalui upaya peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dengan program-program beasiswa dan pelatihan dalam berbagai bidang dan profesi kependidikan bagi para kepala madrasah, pengelola administrasi dan keuangan, guru, pustakawan, tenaga bimbingan dan penyuluhan, pengawas bahkan komite madrasah. Dalam jangka panjang, tenaga-tenaga terlatih tersebut akan sharing pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada teman sejawat, sehingga secara bertahap akan meningkatkan kinerja madrasah.
Lebih lanjut usaha yang mesti dilakukan demi meningkatkan mutu dan daya saing ini yaitu (http://sofian-sukajadi.blogspot.com/2010/02/tiga-pilar-pendidikan-nasional.html):
  1. Standarisasi Pendidikan
  2. Pendanaan untuk Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan
  3. Penyediaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan
  4. Penyelenggaraan dan/atau Keikutsertaan dalam Olimpiade/Kompetisi Pendidikan
  5. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
  6. Pemanfaatan TIK untuk Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan
  7. Penunjang untuk Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan.
Manajemen dan tata kelola madrasah telah mengalami proses menuju perbaikan yang diharapkan, untuk menjadi institusi yang unggul, dalam arti memiliki profesionalitas, akuntabel dan mandiri. Pola manajemen madrasah yang selama ini berdasarkan pada praktik alamiah sudah mulai ditinggalkan, agar madrasah dapat bersaing dengan institusi pendidikan lain, dan terus menerus mengejar ketertinggalan.
Usaha yang dilakukan pemerintah demi tercapainya pilar ini yaitu dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut (http://sofian-sukajadi.blogspot.com/2010/02/tiga-pilar-pendidikan-nasional.html):
  1. Peningkatan Sistem Pengendalian Internal
  2. Pengembangan Kapasitas Aparat dan Pengelola Pendidikan
  3. Penataan Regulasi Pendidikan dan Penegakan Hukum
  4. Peningkatan Citra Publik
  5. Penyelenggaraan Administrasi/Manajemen Pelayanan Pendidikan
  6. Pemanfaatan TIK untuk Penguatan Tata Kelola.
Setelah pemerintah berusaha keras dalam meningkatkan mutu pendidikan madrasah, maka berikutnya giliran insan madrasah yang harus berupaya keras dan bekerja cerdas mengatasi kesulitan dan tantangan berat yang dihadapi. Bermodal totalitas dan kreativitas yang dimiliki agar mampu tampil lebih unggul, inovatif dan kompetitif. Dengan bekal kreativitas, untuk mampu memberikan layanan pendidikan yang berbobot.
Dalam usaha mengembangkan madrasah agar menjadi lembaga pendidikan yang unggul perlu mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian (Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Secara konkrit akselerasi peningkatan dan pengembangan kualitas madrasah dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
  1. Pengembangan manajemen kelembagaan
Madrasah sebagai sebuah organisasi perlu melakukan pengembangan kelembagaan secara terus menerus. Sebuah pengembangan dalam organisasi memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah; terencana dan jangka panjang, berorientasi pada masalah, merefleksikan pendekatan sistem, berorientasi pada tindakan, melibatkan agen perubahan, dan melibatkan prinsip pembelajaran (Gobson, Ivancevich dan Donelly, dalam Abdul Azis Wahab, 2008).
Dengan beberapa karakteristik tersebut, maka pengembangan madrasah perlu dilakukan secara sistemik dan sistematis. Misalnya dengan merumuskan kembali visi madrasah tersebut, kemudian merumuskan langkah-langkah yang strategis untuk mencapai misi tersebut. Tentu saja dalam hal ini perlu dipertahankan adanya karakteristik madrasah sebagai lembaga pendidikan yang menekankan pada aspek pembelajaran agama, memprioritaskan pada pendalaman dan pengamalan ajaran agama dengan akhlakul karimah sebagai indikatornya.
Madrasah mestinya tidak perlu terpengaruh oleh lembaga pendidikan lain yang bermunculan dengan berbagai label unggulannya. Hal ini dikarenakan pada umumnya sebenarnya justru mengadopsi sistem model madrasah secara tidak langsung. Untuk itu yang perlu dikedepankan adalah bagaimana membuat manajemen kelambagaan yang bagus kemudian mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
  1. Mempertahankan karakter utama madrasah
Berbagai karakteristik madrasah yang telah dikemukakan di atas merupakan kekuatan yang luar biasa dari madrasah. Untuk itu perlu dipertahankan agar karakteristik madrasah tidak luntur. Strategi yang dilakukan untuk mempertahankan karakteristik tersebut adalah dapat dilakukan dengan menggali dan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki.
Misalnya, madrasah tetap mempertahankan muatan pendidikan agama 70% kemudian mengembangkan muatan pendidikan umum dari 30% menjadi 60% sesuai dengan kurikulum di sekolah umum. Artinya, muatan keagamaan tidak dikurangi, tetapi dipertahankan dan ditambah dengan muatan umum. Dengan demikian maka karakteristik madrasah tidak akan hilang. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan penambahan waktu (jam pelajaran), sehingga madrasah perlu mengembangkan model pembelajaran menjadi sampai sore hari. Apabila madrasah tersebut telah menjadi bagian dari pesantren, maka untuk mewujudkan hal ini akan lebih mudah. Dengan cara seperti ini, madrasah akan dapat menghasilkan output yang lebih baik dibandingkan sekolah umum yang bercirikan Islam, karena memiliki basis organisasi dan budaya yang lebih kuat.
Madrasah harus berani tampil dengan jati dirinya sendiri, tidak perlu mengorbankan materi agama untuk menambah materi umum hanya demi mengejar target pada Ujian Nasional.
  1. Peningkatan kualitas SDM
Untuk membentuk suatu organisasi yang kuat, maka dibutuhkan SDM yang berkualitas dan profesional. Demikian pula dengan SDM madrasah yang selama ini dijadikan alasan rendahnya mutu pendidikan. Alasan yang sering dikemukakan adalah sedikitnya guru yang PNS, pendidikan relatif rendah, dan kurang profesional. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu SDM.
Ricky W. Griffin, yang dikutip oleh Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein (2004) mengemukakan berbagai alternatif teknik pengembangan profesionalisme. Di antara teknik tersebut yang mungkin relevan dan dapat dilakukan adalah; dengan pelatihan, on the job, simulasi, diskusi kasus dan role playing.
Banyak aspek dari SDM madrasah yang dapat dikembangkan. Dari aspek manajemen, dapat dikembangkan kemampuan manajerialnya. Dari aspek guru dapat dikembangkan kemampuan pedagogisnya yang secara umum dapat dikaitkan dengan kemampuan dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dari aspek karyawan dapat dikembangkan kemampuan kinerja sesuai dengan job deskripsinya.
Dari tiga poin di atas dapat dirincikan menjadi beberapa langkah yakni dengan memiliki visi dan misi yang jelas, kepala madarasah yang professional, guru yang profesional, lingkungan yang kondusif, ramah siswa, manajemen yang kuat, kurikulum yang luas tapi seimbang, penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna, serta pelibatan orang tua/masyarakat.
  1. Visi dan misi yang jelas; dalam merumuskan visi dan misi madrasah harus memuat gambaran masa depan yang diinginkan oleh madrasah, pandangan jauh ke depan ke mana madrasah akan dibawa, wawasan yang menjadi sumber arahan bagi madrasah, imajinasi moral yang menggambarkan profil madrasah yang diinginkan di masa datang, harapan tinggi dari siswa dan guru, dorongan kepada siswa untuk belajar, bekerja, berbuat dan mengeluarkan kemampuan terbaik, dan mengarahkan pengembangan intelektual, sosial, emosional dan fisik siswa secara maksimal.
  2. Kepala Madrasah Profesional; maju tidaknya sebuah lembaga pendidikan, masih tergantung pada pimpinannya. Maju dan tidaknya madrasah juga masih sangat tergantung pada bagaimana kepala madrasah untuk memenejnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai syarat kepala madrasah adalah (a). Memiliki kualifikasi memadai, kompeten, berpengalaman, (b). Memimpin secara efektif dan menjalankan visi misi untuk membina dan memajukan masyarakat madrasah ,(c). Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu madrasah,(d). Mengelola sumber & bahan dengan bijaksana, (e). Mampu bekerja sama dengan guru dan siswa, (f). Mampu bekerja sama dengan orang tua, komite, masyarakat dan badan terkait lainnya, (g). Meningkatkan moral staf madrasah, serta (8). Meningkatkan belajar berkesinambungan dan melakukan pengembangan diri.
  3. Guru Profesional; guru adalah ujung tombak terdepan untuk mengantarkan dan melayani siswa untuk berprestasi. Syarat yang harus dipenuhi sebagai guru yang professional antara lain adalah (a). Kualifikasi memadai dan kompeten, (b). Mempunyai sikap positif dan moral yang tinggi, (c). Mendorong siswa untuk mencapai prestasi tinggi, (d). Mengembangkan keterampilan berfikir kritis pemecahan masalah, dan kreatifitas siswa, (e). Peka terhadap kebutuhan siswa, (f). Menegakkan disiplin, (g). Mengundang partisipasi orang tua, (h). Melakukan belajar kerkesinambungan dan pengembangan profesi, (i). Mempunyai keterampilan yang luas termasuk keterampilan dalam mata pelajaran, (j). Dapat bekerja sama dan bekerja sebagai anggota tim.
  4. Lingkungan yang kondusif; lingkungan madrasah harus ditata sedemikian rupa hingga siswa menjadi betah berada di Lingkungan tersebut adalah lingkungan yang dapat menstimulasi siswa untuk betah belajar dan beraktivitas, bersih, aman, nyaman dan hangat/ramah. Selain itu sekolah merupakan tempat bagi semua orang untuk saling memperhatikan dan saling mendukung melalui hubungan yang positif. Sekolah juga bisa dijadikan untuk mempromosikan rasa saling memiliki dan kebanggaan terhadap Madrasah. Dan juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam organisasi intra madrasah, mempunyai aturan-aturan yang sensible, yang jelas dan dapat diterapkan/dilaksanakan. Serta mendukung kebijakan pengelolaan perilaku yang efektif yang ditopang oleh sistem pelayanan siswa yang efektif.
  5. Ramah Siswa; mendukung pengembangan potensi & kemampuan siswa secara maksimal, menangani kesulitan yang dialami siswa secara efektif dan efisien, Peka terhadap kebutuhan dan latar belakang individual siswa, berhubungan dengan community support service and resources yang tersedia di luar madrasah.
  6. Manajemen yang Kuat; memberdayakan potensi dan sumber Madrasah secara efektif , Mengembangkan program dan refleksi dengan warga Madrasah secara efektif , Mendasarkan pada perencanaan, pengembangan program, refleksi diri dan pengambilan keputusan secara kolaboratif, Mendukung supervisi staf dan pengembangan profesi, Luwes dalam mengorganisasi pembelajaran siswa dengan cara yang bervariasi.
  7. Kurikulum yang Luas tapi Seimbang; memberikan berbagai pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan untuk semua mata pelajaran, Memonitor aspek prestasi akademik, sosial, kepribadian, dan perkembangan fisik siswa, Memastikan bahwa siswa mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, Membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup seperti percaya diri, memotivasi diri dan mengembangkan disiplin diri.
Proses pengembangan tersebut perlu dilakukan secara bertahap dan serius. Memang untuk melakukan suatu perubahan tidaklah mudah, karena pasti akan berhadapan dengan reaksi penolakan. Menurut teori medan kekuatan dari Kurt Lewin, sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah (2008), bahwa setiap perilaku merupakan hasil keseimbangan antara kekuatan pendorong dengan kekuatan penolak. Individu mengalami dua hambatan utama untuk melakukan perubahan, yaitu tidak bersedia mengubah perilaku yang sudah mapan, dan perubahan itu hanya dalam waktu singkat (kembali ke pola perilaku lama). Untuk itu dibutuhkan tahapan, yaitu tahap pencairan, tahap pengubahan dan tahap pembekuan.
Simpulan
Kondisi madrasah saat ini masih mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum. Bahkan madrasah kian terpinggirkan dengan berbagai label negatif yang disematkan. Kondisi ril ini mengharuskan para insan madrasah dengan didukung oleh pemerintah untuk berbenah diri dengan mengupayakan tumbuh dan berkembangnya madrasah unggulan, yaitu madrasah yang memiliki karakteristik sesuai dengan ciri-ciri unggulnya suatu madrasah.
Dalam mewujudkan madrasah unggul sebagaimana harapan, pemerintah telah berupaya memperbaiki mutu dan meningkatkan daya saing madrasah dengan kebijakan yang mengorientasikan pendidikan Islam dalam tiga pilar pendidikan, yaitu perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta manajemen dan tata kelola. Upaya pemerintah ini tentu harus dibarengi dengan peran serta insan madrasah dengan  mengakselerasi peningkatan dan pengembangan kualitas madrasah dengan jalan mengembangkan manajemen kelembagaan, mempertahankan karakter utama madrasah, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), yang dirincikan lagi dengan mengusahakan terbentuknya visi dan misi madrasah yang jelas, kepala madarasah yang professional, guru yang profesional, lingkungan yang kondusif, ramah siswa, manajemen yang kuat, kurikulum yang luas tapi seimbang, penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna, serta pelibatan orang tua/masyarakat.
Dengan upaya maksimal dan saling bahu membahu antara pemerintah dan insan madrasah maka dimungkinkan akan terwujudnya madrasah yang bermutu dan memiliki daya saing (unggul) dalam dunia pendidikan khususnya dalam lingkup keindonesiaan bahkan dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Fattah, Nanang. 2008. Landasan Manajemen Pendidikan (Cetakan Kesembilan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/09/01/17/26587-depag-masih-anaktirikan-madrasah-swasta
Lunenburg, Fred C dan Allac C. 2004. Ornstein, Educational Administration; Concept and Practices, Belmont: Wadsworth/Thomson Learning.
Suprayogo, Imam. http://uin-malang.ac.id:8080/index.php?option=com_content&view= article&id=1569:problem-peningkatan-mutu-madrasah&catid=25:artikel-imam-suprayogo
Tilar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21( Cet. I). Magelang:  Tera Indonesia
Wahab, Abdul Azis. 2008. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan; Telaah terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

BAIT ALFIYAH TENTANG CINTA

Jatuh cinta dalam diam.


ويرفع الفاعل فعل أضمرا   #   كمثل زيد في جواب من قرأ

# terkadang fa’il dapat marfu’ oleh fi’il yang disimpan.
# seperti  pengucapan “zaid”, ketika menjawab pertanyaan “siapa yang membaca”?

Adakalanya orang jatuh cinta namun memilih untuk menyimpan sejenak perasaan itu, bukan tanpa alasan,namun lebih kerena dia menganggap bahwa cinta untuk saat ini hanyalah sebuah keinginan yang belum mencapai tingkat kebutuhan.
Namun bukan berarti dia melupakan cinta tersebut, dia tetap mencinta namun dengan cara yang  samar.  Karena mungkin dia berfikir jauh kedepan, mempersiapakan diri sebaik mungkin agar dia menjadi sosok yang pantas.
Lebih tepatnya dia mencinta dengan cara yang berbeda, namun indah.
Karena cinta bukan hanya sekedar tentang merasa nyaman, namun lebih kepada memberi rasa nyaman.
Karena cinta bukan hanya menerima, tapi memberi dan memberi.


Jarak jauh sekalipun tak mampu memadamkan api cinta


وعلقة حاصلة بتابع   #   كعلقة بنفس الاسم الواقع
# Hubungan dhomir yang timbul dari isim  taabi’ ( mengikuti isim yang asal)

# Hakikatnya sama saja dengan hubungan dhomir yang timbul dari isim asal tersebut.

 Bait ini menjelaskan tentang syaagil dalam istighol, untuk dijelaskan lebih detail mungkin
 akan sangat panjang, namun saya akan coba untuk menjelaskan lewat contoh saja.
Contoh awal dari istighol زيدا ضربته
Contoh istighol dengan taabi’  زيدا ضربت رجلا يحبه
Pada pengamalan istighol, kedua contoh ini sama saja.

Dalam masalah cinta jarak jauh, pertemuan adalah sesuatu yang sangat sulit, namun juga sangat diharapkan. Namun terkadang bagi mereka yang LDR, menelpon atau bahkan melihat foto kekasihnya saja, mampu mengobati rindu yang datang, layaknya bertemu langsung empat mata. 
Karena cinta yang haqiqi tidak akan luntur hanya dengan jarak

dicopy dari http://bungkusroti.blogspot.sg/2016/05/7-bait-cinta-dalam-nadhom-alfiyah-ibn.html

KODE ETIK GURU INDONESIA


PEMBUKAAN

Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa
jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri
dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
makmur, dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai
sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan
tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun
karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru
Indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi.
Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai
kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk
itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan
profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di
negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi
seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen
kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya
dengan pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi
bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar
bangsa-bangsa di dunia ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru
yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,
kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang
makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya
bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan
berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam
jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Bagian Satu

Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima
oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga
negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini
adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang
boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam
dan luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan
seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.

Bagian Dua

Sumpah/Janji Guru Indonesia

Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud
pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilainilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman
bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi
guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara
satuan pendidikan.

Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan
atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.

Bagian Tiga

Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan
kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.

Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:

a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas didik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan
anggota masyarakat.
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah
yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi
peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas
kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya,
termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan
martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan
dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya
dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan
kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasanalasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan,
moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan
peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang
bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi
dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi
dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi
dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau
anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien
dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan
peserta didiknya.
f. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama,
hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada
masyarakat.
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan
masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan sekolah
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan
dengan standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk
tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan
tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapatpendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran.
j. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam
setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan
keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional
pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidahkaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan
kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas
dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarnya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak
langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi :
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan
bidang studi yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan
tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya.
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugastugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang
pendidikan dan pembelajaran.
(6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif
dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan
manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan
tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat
merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi
profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan
bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan
Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b. Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan
berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara, dan meningkatkan rasa persatuan
dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
pancasila dan UUD1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah
atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat
pada kerugian negara.
Bagian Empat
Pelaksanaan, Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik
Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru
Indonesia kepada rekan sejawat penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan
pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik
Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan
protes guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran
terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan
Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus objektif.
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan
kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan
martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia
wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi
guru, atau pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan
organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis
pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundangundangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
(1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih
organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah
secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
***000***  

Tuesday, March 28, 2017

PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT

PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT

Abstrak: Pendidikan dalam keluarga merupakan aspek penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai agama, etika yang meliputi budi perkerti, cara, tingkah laku yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan membahas peran pendidikan agama Islam dalam keluarga dan masyarakat. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif dan eksploratif. Dapat disimpulan bahwa peran pendidikan agama Islam merupakan: (1) fondasi dalam keluarga untuk membentuk perilaku dan moral anak-anak dan mengetahui batasan baik dan buruk, (2) berfungsi untuk membentuk manusia yang percaya dan ketaqwaan kepada Allah SWT, (3) fondasi utama dan berperan dalam pendidikan moral bagi pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Kata kunci: pendidikan agama Islam, keluarga, masyarakat Abstract: Education in the family is an important aspect to build a person's behavior. Usually the education in a family is condacted with the religious values and ethics, which consists of behavior, manners and use attitude used in everydays life. The aim of this writing is to discuss the role of religious education in the family and society. This method used library research with the descriptive and explorative approach. The conclusions are that the role of the Islamic education: (1) as the foundation of religious education in a family which used to form the children’ good attitude and behavior, (2) functions as tools to convince people to the almighty of God, (3) as a foundation to build the society character for the Indonesian people to improve the nation.
Key words: Islamic education, family, society




PENDAHULUAN
 Latar belakang penulisan makalah ini adalah seringnya terjadi berbagai peristiwa kekerasan seperti tawuran antar pelajar yang penyebabnya dipicu hanya soal yang tidak terlalu penting tetapi mengakibatkan korban, baik yang luka maupun meninggal. Demikian pula masalah lainnya yang menyangkut peserta didik dan masyarakat umum seperti adanya geng motor yaitu sekumpulan anak-anak remaja yang mempunyai hobi bermotor yang melakukan tindakan kekerasan, penganiayaan, penjambretan hingga perampokan yang sangat meresahkan masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana peran pendidikan dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku atau moral peserta didik maupun masyarakat umum dan bangsa.
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan pendapat Hadirah (2008;5), bahwa Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia; tanpa pendidikan, manusia tak berdaya. Pada dasarnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk mempersiapkan anak atau generasi mudanya agar nantinya dapat hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam hidupnya secara baik. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa: "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasknn kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, beraklak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
 Pendidikan berupaya mendidik manusia untuk mempunyai ilmu pengetahuan dan ketrampilan disertai dengan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT, sehingga dia akan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya itu untuk kebaikan masyarakat, lingkungan dan bangsanya. Menurut Zuhairini (1983:27) bahwa "pendidikan agama ialah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis untuk membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran agama. Sementara menurut Zakiah (1990:46) pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut: “Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak”.
Dengan demikian pendidikan agama merupakan suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya dapat mengamalkan ajaran agamanya. Jadi dalam pendidikan agama yang lebih dipentingkan adalah sebagai pembentukan kepribadian anak, yaitu menanamkan tabiat yang baik agar anak didik mempunyai sifat yang baik dan berkepribadian yang utama. Tujuan pendidikan agama adalah: (1) terbentuknya kepribadian yang utuh jasmani dan rohani (insan kamil) yang tercermin dalam pemikiran maupun tingkah laku terhadap sesama manusia, alam serta Tuhannya, (2) dapat menghasilkan manusia yang tidak hanya berguna bagi dirinya, tapi juga berguna bagi masyarakat dan lingkungan, serta dapat mengambil manfaat yang lebih maksimal terhadap alam semesta untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat, (3) merupakan sumber daya pendorong dan pembangkit bagi tingkah laku dan perbuatan yang baik, dan juga merupakan pengendali dalam mengarahkan tingkah laku dan perbuatan manusia. Oleh karena itu pembinaan moral harus didukung pengetahuan tentang ke-Islaman pada umumnya dan aqidah atau keimanan pada khususnya.
Pendidikan agama merupakan faktor yang sangat penting untuk menyelamatkan anak-anak, remaja ataupun orang dewasa dari pengaruh buruk budaya asing yang bertentangan dengan budaya Islam yang saat ini sudah banyak mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Menurut pandangan Islam, pendidikan harus mengutamakan pendidikan keimanan. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama yang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Lulusan sekolah yang kurang kuat imannya akan sangat sulit menghadapi kehidupan pada zaman yang semakin penuh tantangan di masa mendatang. Oleh karena itu, mengingat pentingnya pendidikan Islam terutama bagi generasi muda, semua elemen bangsa, terutama guru pendidikan Islam, perlu membumikan kembali pendidikan Islam di sekolah-sekolah baik formal maupun informal (Suharsimi; 2009:117). Permasalahannya adalah bagaimana peran keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan keimanan dan kecerdasan melalui pendidikan agama.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui: (1) bagaimana peran pendidikan agama dalam keluarga dan masyarakat, serta (2) manfaat pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Metode penulisan menggunakan studi kepustakaan, dengan pendekatan deskriptif eksploratif.






PEMBAHASAN
Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan, dari tingkat anak usia dini sampai pada usia pendidikan tinggi. Menurut Zuchdi (2010:2-3) bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan atau karakter yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, atau akhlak yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik memberikan keputusan baikburuk, memelihara apa yang baik itu dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Menurut Ratna Wilis (2006:98) bahwa Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan. Selanjutnya tujuan pendidikan berkaitan erat dengan tujuan hidup manusia, dan tujuan hidup ini pun berbeda-beda antara bangsa yang satu dengan yang lainnya.
Pendidikan Agama Islam
Menurut Arifin Muzayyin (2010;34): Tujuan Pendidikan Keagamaan adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Seiring dengan perkembangan waktu, maka Pendidikan Agama semakin menjadi perhatian dengan pengertian bahwa pendidikan agama semakin dibutuhkan oleh setiap manusia terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan yaitu: (1) Tilawah; membacakan ayat Allah, (2) Tazkiyah; mensucikan jiwa, (3) Ta’limul kitab wa sunnah; mengajarkan al kitab dan al hikmah. Pendidikan agama dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat yang baik. Pendidikan Islam mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam terpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam yang ditanamkan pada individu membutuhkan tahapan-tahapan selanjutnya dan dikembangkan pada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan pada merealisasikan potensi dalam berbagai kehidupan. Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja, maka kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan Utama Pendidikan Islam
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi di dalam diri manusia memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, selalu bersilaturahim dengan keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
 Langkah- langkah Menanamkan Pendidikan Islam
Al-Qurthubi menyatakan bahwa ahli-ahli agama Islam membagi tiga tingkatan pengetahuan yaitu: (1) pengetahuan tinggi; ilmu ketuhanan, (2) pengetahuan menengah; mengenai dunia seperti kedokteran dan matematika, (3) pengetahuan rendah; pengetahuan praktis seperti bermacam-macam keterampilan kerja. Hal ini berarti bahwa pendidikan iman/agama harus diutamakan. Tiga hal penting yang harus secara serius dan konsisten diajarkan kepada anak didik yaitu: (1) Pendidikan akidah/keimanan; untuk menghasilkan generasi muda masa depan yang tangguh dalam imtaq (iman dan taqwa) dan terhindar dari aliran atau perbuatan yang menyesatkan kaum remaja seperti gerakan Islam radikal, penyalagunaan narkoba, tawuran dan pergaulan bebas (freesex) yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan, (2) Pendidikan ibadah; untuk diajarkan kepada anak-anak untuk membangun generasi muda yang punya komitmen dan terbiasa melaksanakan ibadah, seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran. Peran orang tua dan guru sangat diperlukan dalam memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak-anak dan peserta didik, (3) Pendidikan akhlakul-karimah; untuk melahirkan generasi rabbani, atau generasi yang bertaqwa, cerdas dan berakhlak mulia. Oleh karena itu peran para orang tua dan pendidik baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah sangat dibutuhkan.
Penanaman pendidikan Islam bagi generasi muda bangsa tidak akan dapat berjalan secara optimal dan konsisten tanpa dibarengi keterlibatan serius dari semua pihak. Oleh karena itu, semua elemen bangsa (pemerintah, tokoh agama, masyarakat, pendidik, orang tua dan sebagainya) harus memiliki niat dan perhatian yang serius agar generasi masa depan bangsa Indonesia adalah generasi yang berintelektual tinggi dan berakhlak mulia.
Pendidikan Agama dalam Keluarga
Keluarga menduduki posisi terpenting di antara lembaga-lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap pendidikan anak. Biasanya dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai agama untuk membentuk perilaku anak. Oleh karena itu, pendidikan agama dalam keluarga sangat diperlukan untuk mengetahui batasan-batasan baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama diharapkan akan mendorong setiap manusia untuk mengerjakan sesuatu dengan suara hatinya. Mengingat pentingnya pendidikan keluarga dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang berakhlak dan bermoral, maka perlunya pemahaman tentang pendidikan yang tepat.
Peran Keluarga dalam Pendidikan
Menurut etimologi peran keluarga dalam pertumbuhan anak ibarat baju besi yang kuat yang melindungi manusia. Secara terminologis, keluarga berarti sekelompok orang yang pertama berinteraksi dengan bayi. Pada tahun-tahun pertama hidup bayi bersama keluarga. Bayi tumbuh dan berkembang mengikuti kebiasaan dan tingkah laku orang tua dan orang-orang sekitamya.
Psikolog dan ahli pendidikan meyakini bahwa keluarga merupakan faktor utama yang mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan dan pengaturan ahklak anak. Keluarga terus memiliki pengaruh di masa kanakkanak saat anak selesai sekolah, sampai anak itu lepas dari pengasuhan dan mengarungi bahtera rumah tangganya.
Peran Keluarga adalah: (1) merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang dan menjadi dewasa. Pendidikan di dalam keluarga sangat mempengaruhi tumbuh dan terbentuknya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia, (2) ibarat sekolah pertama dimasuki anak sebagai pusat untuk menumbuh kembangkan kebiasaan (tabiat), mencari pengetahuan dan pengalaman, (3) perantara untuk membangun kesempurnaan akal anak dan kedua orang tuanya yang bertanggung jawab untuk mengarahkan serta membangun dan mengembangkan kecerdasan berpikir anak. Semua sikap, perilaku dan perbuatan kedua orang tua selalu menjadi perhatian anak-anak.
Fungsi-fungsi utama keluarga yaitu: (1) Menjaga fitrah anak yang luhur dan suci, (2) Meluruskan fitrahnya dan membangkitkan serta mengembangkan bakat kemampuan positifnya, (3) Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang dan mengasuhnya di lingkungan yang penuh kasih sayang, lemah lembut dan saling mencintai.
Dengan demikian anak tersebut memiliki kepribadian normal yang mampu melaksanakan kewajiban dan berguna di masyarakat, (4) memberikan informasi tentang pendidikan dan kebudayaan masyarakat, bahasa, adat istiadat dan norma-norma sosial agar anak dapat mempersiapkan kehidupan sosialnya dalam masyarakat. Untuk itu keluarga perlu: (1) memupuk bakat dan kemampuan anak dalam mencapai perkembangan yang baik, (2) menyediakan lingkungan yang efektif dan kesempatan untuk menumbuhkan kecerdasan emosional, tingkah laku, sosial kemasyarakatan dan kecerdasan intelegensi. (3) memberikan kenyamanan dan ketenangan, serta mampu memahami gerakan, isyarat, dan kebutuhan anak, (4) memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaanpertanyaan anak pada waktu yang tepat. (5) menumbuhkan kepekaan kesadaran bermasyarakat pada anak yang merupakan salah satu unsur kejiwaan, seperti nurani. Kepekaan kesadaran masyarakat itu terus tumbuh di dalam jiwa anak dalam kedisiplinan keluarga

Peran Masyarakat dalam Pendidikan.
Masyarakat adalah sekumpulan orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai pada yang berpendidikan tinggi. Kualitas suatu masyarakat ditentukan oleh kualitas pendidikan para anggotanya, makin baik pendidikan anggotanya, semakin baik pula kualitas masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Pada Sistem pendidikan nasional tercantum bahwa dalam rangka membangun masyarakat lndonesia seutuhnya, pada hakikatnya menjadi tanggung jawab seluruh bangsa lndonesia dan dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah. Hal ini juga ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun pemerintah. Masyarakat ikut bertanggung jawab atas berbagai permasalahan pendidikan. Masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi, sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 8 bahwa; masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Tujuan dari pasal ini adalah agar dapat menjamin pemerataan kesempatan dan kualitas pendidikan. Dengan demikian masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan pendidikan nasional antara lain menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan dan ikut melaksanakan pendidikan non pemerintah (swasta).
 Peran Pendidikan Agama di Lingkungan Masyarakat
Menurut H. Jalaluddin: beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain: (1) fungsi Edukatif (Pendidikan); ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.(2) fungsi Penyelamat; dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. (3). fungsi Perdamaian; melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Allah, (4) fungsi Kontrol Sosial; ajaran agama membentuk penganutnya semakin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak dapat berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada, (5) fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas; bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau, (6) fungsi Pembaharuan; ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (7) fungsi Kreatif; menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain, (8) fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi); ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan atas niat yang tulus. Dengan demikian Pendidikan agama dalam lingkungan masyarakat sangat berperan penting bagi kehidupan bermasyarakat dan dalam meningkatkan moral bangsa dan Negara.



PENUTUP
Kesimpulan
1.      Pendidikan agama Islam berfungsi dalam keluarga dan masyarakat untuk membentuk manusia yang percaya dan ketaqwaan kepada Allah SWT agar terciptanya kehidupan yang baik dalam keluarga dan masyarakat.
2.      Pendidikan agama Islam merupakan fondasi yang utama sebagai sistem pendidikan moral dan ahklak, dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
3.      Pendidikan agama dalam lingkungan masyarakat sangat berperan penting bagi kehidupan bermasyarakat dan untuk meningkatkan moral bangsa dan Negara.












SARAN-SARAN

1. Agar pendidikan agama dapat dilaksanakan secara terarah dan terencana baik dalam keluarga dan masyarakat.
2. Perlu perhatian dan peran Pemerintan untuk membantu agar pendidikan agama dapat dilakukan secara serius di sekolah sehingga peserta didik memiliki ahlak mulia serta dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu berperan mengembangkan Negara dan bangsa.















DAFTAR PUSTAKA

Arifin Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2010.
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Pendidikan, ArRuzz Media, Yogyakarta, 2012
H. Jalaluddin, Psikologi Agama diunduh 30 Sept 2013 jam 15.30.
Hamdani, Ihsan, dan Fuad Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka, Bandung,2007
Hadirah Ira, Dasar-dasar Kependidikan, UIN Alauddin.Makassar,2008
Ihsan Fuad. Ilmu Pendidikan, Cet. III, Rineka Cipta, Semarang, 2003
Ratna Wilis Dahar, Teori Belajar dan Pembelajaran, Erlangga, Jakarta, 2006
Ratna Wilis Dahar, Dasar-Dasar Pendidikan Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2009
Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta,2008
Tadjab, Perbandingan Pendidikan, Abditama, Surabaya, 1994.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Islam. diunduh pada Januari 2013 jam 20.00
 Zainal Arifin & Adhi Setiawan, Pengembangan Pembelajaran Aktif, Skripta,Yogyakarta,2012.

H.Moh.Solikodin Djaelani STIAKIN E-mail: solikodin@gmail.com didonload pada tanggal 12-10-2016 jam 19.00WIB.




Sejarah Kemerdekaan: Mengenang Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945

sebelum pembacaan teks proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945, terdapat peristiwa penting yang tidak boleh dilupakan. Peristiwa ...